What's Your Biggest Achievement?
- sweet&sin

- 23 Jun 2023
- 2 menit membaca
“What’s your biggest achievement?”
Kalimat yang dilontarkan seseorang padaku beberapa waktu yang lalu, dan dengan modal basmalah yang dipercepat aku menjawab,
“Finally got my bachelor degree in my pocket”
Yup makasi! Makasi! Makasi!
Ngerti banget ini fucked up abis untuk menjawab pertanyaan dalam forum diskusi formal. Entah kenapa setelah berhari-hari, setelah 14 x 24 jam, setelah 24 kali jam makan, pertanyaan itu masih nempel sempurna di kepalaku berikut dengan rasa penyesalan akan jawaban jenius di atas.
“What’s your biggest achievement?”
Detik saat aku mendengar pertanyaan tersebut rasanya otak langsung memproyeksikan pencapaian seperti memenangkan olimpiade atau hal-hal besar dan megah yang melibatkan kecerdasan dan status sosial. Ada sedikit rasa tidak nyaman mengingat sebagai individu yang hampir seperempat abad menginjakkan kaki di bumi masih belum memiliki banyak pencapaian yang dapat dibanggakan di depan audience. Ketidak nyamanan itu masih sesekali terasa sampai beberapa hari kebelakang, tiba-tiba otakku bekerja dengan optimal yang memunculkan jawaban,
Pencapaian tidak harus hal-hal yang bersifat public pleasing kan?
Mental stability juga sebuah pencapaian bukan?
Bukankah kebebasan juga sebuah pencapaian?
Mampu mengkomunikasikan emosi juga sebuah pencapaian kan?
Seperti menemukan kepingan puzzle terakhir, aku merasa puas dan lengkap. Jawaban ini yang bersarang diotakku dan gagal ku sampaikan. Rasa menyesal masih hadir sesekali, namun kepuasan karena menemukan jawaban yang tepat untukku tidak kalah seringnya menyambangi guna menenangkan pikiran.

Joan of Arc by John Everett Millais (1865)
Menurutku ada benarnya, pencapaian tidak harus sesuatu yang dapat memicu tepuk tangan dari orang sekitar, atau decakan kagum dari mulut mereka, tidak perlu pula sesuatu yang dapat membantu penduduk bumi dari kepunahan. Pencapaian bisa sesuatu yang membuat diri sendiri merasa bangga, tidak harus hal besar, hal kecil seperti akhirnya merasa aman dan damai baik batin dan pikiran juga sebuah pencapaian yang layak dapat apresiasi meski dari individu itu sendiri. Sebab hal-hal yang sifatnya intangible seperti itu tidak kalah mahal dan butuh kemampuan serta kemauan yang besar untuk sampai disana.
To be in this mental state of mind, aku melalui banyak peristiwa kurang menyenangkan yang harus kuselesaikan, melalui banyak riset untuk mencari sumber ketenangan.
To be this healthy, aku harus beberapa kali melewati rasa tidak menyenangkan akan apa-apa yang harus kutelan.
To have this courage to speak up, aku harus melalui bertahun-tahun menelan sendiri emosi dan pendapat yang ingin kusampaikan.
To keep staying with myself no matter what, aku harus melalui banyak momen dimana aku merasa kecil dan perasaan ingin menghilang / melarikan diri bahkan dari diri sendiri.
Untuk sampai pada apa-apa yang kusebutkan diatas, adalah persoalan besar buatku, sebuah pekerjaan rumah seumur hidup. Di detik ini, mungkin aku belum memiliki hal-hal yang menimbulkan kecemburuan, decak kagum orang lain, atau memenangkan nobel perdamaian, tapi disisi lain ada aku yang bangga dengan diriku dan tempatku berpijak sekarang.
Disclaimer: Sebenernya ni mau banget menang nobel sebenernya tapi ya gimana ya, yaudah gini aja dulu.




Komentar