top of page

The Butterfly is Flying: Relationship Anxiety

  • Gambar penulis: sweet&sin
    sweet&sin
  • 28 Feb 2023
  • 3 menit membaca

Raditya Dika disalah satu videonya pernah mengatakan yang kurang lebihnya demikian, dizaman ini orang-orang muda semakin sulit untuk mencari pasangan. Bukan karena kurangnya suplai, tapi karena terlalu banyak pilihan. Manusia semakin kesini semakin beragam dan membuat kita sulit untuk settle dengan satu orang. Gue pun mengamini hal ini.


Di era gempuran "hookup culture" dengan praktik swipes and match-nya ini, semakin sedikit manusia yang mau settle dengan satu orang saja, sebagian besar masih meneruskan pengembaraan mencari yang paling cocok banget (t-nya ada tiga) diantara banyaknya pilihan manusia yang ada dan tidak jarang juga yang pada akhirnya blunder bingung sendiri, lalu repeat order. Sebagian lagi sibuk berlomba menjadi yang paling-paling diantara yang lain agar swipe kanan dan sapaan "Hi!" tidak habisnya mampir di ruang obrolan. Tidak mengherankan jika dalam kondisi demikian memiliki dampak pada banyaknya umat manusia yang mengalami relationship anxiety.


Sebagai manusia awal duapuluhan, gue punya cukup banyak pengalaman menemui berbagai tipe perempuan (pada khususnya) yang tampak setengah mabok gegara naik dan turunnya situasi saat mereka having a crush on someone (yatermasukgue) atau yang memang sudah terjun di komitmen romansa itu sendiri. Pada menit pertama ketawa sendiri, menit berikutnya kesal setengah mati, dan dilanjutkan dengan diem dipojokan mengawali ritual cocoklogi. Euphoria yang lagi rajin-rajinnya mampir beberapa kali dalam sehari, diikuti dengan overthinking dan overanalyzing agaknya menjadi gejala-gejala relationship anxiety yang perlu dikaji.



Apakah yang seperti ini yang ingin kita rawat dalam diri?




ree

Hope Comforting Love in Bondage by Sidney Harold Meteyard (1901)


Merujuk ke salah satu majalah barat, Thought Catalog yang mengangkat topik relationship anxiety, setidaknya ada beberapa gejala yang menandakan bahwa aku, kamu, kamu, dan kamunya kamu ini mengalami relationship anxiety,


  1. Adanya ketidakyakinan kita akan perasaan si pasangan secara berkala. Jika kita ada di posisi dimana seringkali memiliki keraguan apakah sidia (bukan merek body lotion jadul) masih tertarik dengan kita atau sudahkah kehilangan rasa ketertarikan itu, are this feeling is mutual?, jika kita sering kali mempertanyaan hal ini padahal sidia (lagi lagi bukan merek body lotion) bae-bae aja anteng di hadapan kita well….bae! we have an issues.

  2. Overanalyze. Terlalu banyak malpraktik cocoklogi dengan mencoba mengartikan setiap perilaku orang yang kalian suka yang mana kalian anggap sebagai kode-kode gaib yang perlu kalian pecahkan untuk mencari makna apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan That's a sign of relationship anxiety right there.

  3. You can’t just enjoy things and relax, you keep waiting when the sign is arrived. Ketika kita selalu dalam mode siaga siap tempur ala tentara perbatasan negara, menunggu tanda-tanda orang yang kita suka melakukan kesalahan dan membuktikan konklusi dari praktik cocoklogi, ehm!...we are THE problem.



Menginvasinya hookup culture dengan kemudahan praktik swipes and match melalui dating apps membuat efek yang tidak sederhana bagi pengguna dan sekitarnya. Tapi sekali lagi, bukan perkembangan zaman dan teknologinya yang bermasalah, tapi bagaimana perangai manusia yang memanfaatkannyalah yang menyebabkan timbulnya efek-efek kurang baik ini, entah disadari atau tidak.


Ketiga gejala relationship anxiety diatas jika secara konstan dirasakan dalam diri seorang individu tentu akan menyebabkan stres. Stres menimbulkan banyak terkumpulnya energi negatif dalam kepala manusia dimana pada umumnya membuat pengidapnya gagal melihat segala sesuatu secara objektif.


Love is blind, katanya

Def Not!


You just have astigmatism

Stres mematik rasa takut atau khawatir pada hal-hal yang tidak perlu, rasa takut dan khawatir membuat manusia selalu ada pada mode defensif. Disinilah kebanyakan hubungan gagal ditengah jembatan-jalan ding!. Individu yang selalu ada pada mode defensif layaknya predator yang mengincar mangsanya, menunggu momen dimana sang mangsa lengah untuk melakukan kesalahan dan ia akan ada disana untuk menyaksikan itu dan menangkap basah mangsa.


Manusia yang menyimpan gejala relationship anxiety tidak dapat menciptakan hubungan yang sehat.


Gue berani berpendapat seperti ini sebab, manusia yang di dalam dirinya hanya berisi rasa takut, keraguan, dan hal-hal yang bersifat negatif lain yang akan berdampak bagi dirinya dan orang lain hanya akan selalu dipenuhi oleh rasa-rasa itu sendiri. Seperti yang gue sebut diatas, they can’t just enjoy and relax. Dilain sisi, selalu merasa dicurigai, dipenuhi pertanyaan sarat akan rasa takut dan insekuritas dari pasangan tidaklah menyenangkan.


Benar, berkomitmen dalam suatu hubungan romansa bukan sekedar meet him/her for happy hour drinks on Fridays tapi juga hadir di segala ups and downs yang ada.


Tapiiiii


Jika kita berani merefleksikan sejenak pada diri atas tindakan dan pilihan yang kita ambil, bukankah rasa takut, khawatir, overthinking, overanalyze sebagai wujud relationship anxiety adalah permasalahan pribadi yang perlu diselesaikan oleh diri sendiri?



Rasa takut atas sesuatu yang tidak benar-benar ada atau terjadi

Rasa khawatir atas sesuatu yang tidak benar-benar ada atau terjadi

Overthinking atas hal-hal lumrah

Overanalyze atas hal-hal wajar


Kita seringkali menumpukan beban-beban itu kepada orang lain-pasangan kita, padahal kita memiliki opsi untuk membuatnya ada atau tidak ada. Tidak semua hal harus selesai dengan pembuktian dari orang lain-pasangan, sebagian lagi merupakan tanggung jawab sendiri untuk belajar kembali bagaimana cara mengontrol diri.


Just enjoy and relax.



Ā 
Ā 
Ā 

Postingan Terakhir

Lihat Semua
ā€œWe’re just friendsā€

ā€œI knowā€ I know by the way you see me like you never met someone like me before, the way your eyes lit up every time you watched me...

Ā 
Ā 
Ā 

Komentar


Post: Blog2_Post
bottom of page